Jumat, 10 Juli 2020

Fluktuasi UMKM Nasional saat Pandemi COVID-19

Rizqi Putri Haqiqi

0119074071

Indonesia Salah Satu Negara yang Masih Kuat Menghadapi Fluktuasi ...

                Tujuan utama setiap kebijakan negara yang sedang membangun termasuk di Indonesia adalah diarahkan untuk menghilangkan masalah-masalah pokok yang kini masih fundamental di negara Indonesia yakni: masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan arus urbanisasi berlebih di kota-kota besar seperti Jakarta. Salah satu upaya yang dapat dijadikan solusi kearah pengurangan masalah tersebut adalah pembangunan ekonomi rakyat dan pembangunan sumber daya manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam upaya pembangunan ekonomi rakyat, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk koperasi pada saat ini telah dijadikan sebagai sarana kebijakan pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena, banyak peran penting yang dapat diberikan oleh keberadaan UMKM di Indonesia khususnya dalam menyediakan lapangan kerja, mengurangi  kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan arus urbanisasi berlebih.

                Selain itu, peran UMKM juga telah teraktualisasi pada masa krisis hingga saat ini. Selama masa krisis ekonomi hingga kini, keberadaan UMKM mampu sebagai faktor penggerak utama ekonomi Indonesia. Terutama ketika krisis kegiatan investasi dan pengeluaran pemerintah sangat terbatas, maka pada saat itu peran UMKM sebagai bentuk ekonomi rakyat sangat besar. Selanjutnya, dari sisi sumbangannya terhadap PDRB hanya 56,7% dan ekspor non migas hanya sebesar 15%. Namun, UMKM tetap masih menyumbangkan 99% dalam jumlah pelaku usaha yang ada di Indonesia, serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja ( BPS, 2001).

                Pada saat ini, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berada di garis depan guncangan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Langkah-langkah penguncian (lockdown) telah menghentikan aktivitas ekonomi secara tiba-tiba, dengan penurunan permintaan dan mengganggu rantai pasokan di seluruh dunia. Dalam survey awal, lebih dari 50% UMKM mengindikasikan bahwa mereka bisa gulung tikar dalam beberapa bulan ke depan. Dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor UMKM ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia dimana kontribusi UMKM sangat besar pada berbagai bidang antara lain: (1) Jumlah Unit Usaha di Indonesia per 2018 total 64,2 Juta unit usaha, dengan jumlah unit usaha UMKM sebesar 64,1 Juta (99,9%); (2) Kontribusi pada jumlah Tenaga Kerja di Indonesia per 2018 total 120,6 Juta orang, dengan jumlah tenaga kerja di UMKM sebesar 116,9 Juta (97%); (3) Kontribusi pada PDB, jumlahnya pada PDB dunia usaha di Indonesia per 2018 total 14.038.598 Milyar, dengan kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 8.573.895 Milyar (14,37%); (4) Kontribusi terhadap Ekspor Non Migas, jumlah ekspornya per 2018 2.044.490 Milyar, dengan kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas sebesar 293.840 Milyar (14,37%); (5) Kontribusi terhadap Investasi di Indonesia per 2018 total 4.244.685 Milyar, dengan kontribusi UMKM terhadap investasi sebesar 2.564.549 Milyar (60,42%).

                Dalam situasi pandemi ini, menurut Kemenkop UMKM salah satu dampak pandemi COVID-19 yang telah menghantam UMKM adalah sebanyak 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku usaha mikro kecil menengah terdampak pandemi COVID-19. Kebanyakan koperasi yang terkena dampak COVID-19 bergerak pada bidang kebutuhan sehari-hari, sedangkan sektor UMKM yang paling terdampak yakni makanan dan minuman. Para pengelola koperasi merasakan turunnya penjualan, kekurangan modal dan terhambatnya distribusi. Sementara itu, sektor UMKM yang terguncang selama pandemi COVID-19 selain makanan dan minuman adalah industri kreatif dan pertanian. Sesuai data kurang lebihnya ada sekitar 37.000 UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya pandemi ini ditandai dengan sekitar 56% melaporkan terjadi penurunan penjualan, 22% melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan, 15% melaporkan pada masalah distribusi barang, dan 4% melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku mentah.

                Tugas besar ada di pundak pemerintah Indonesia terkait dengan pandemi COVID-19 saat ini: pertama, menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai fokus utama dan kedua, menjaga laju pertumbuhan ekonomi. Prediksi pertumbuhan ekonomi global perlu dijadikan input bagi Pemerintah dalam merancang kebijakan-kebijakan ekonomi terutama solusi bagi UMKM. Sejumlah lembaga internasional telah merilis prediksi mereka akan pertumbuhan ekonomi global di 2020 seperti JP Morgan yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi global akan minus 1,1% dan International Monetary Fund (IMF) yang bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan minus 3%. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, IMF meramalkan Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 0,5% dari target awal 5% di 2020 sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 0,3% – 2,8% di tahun 2020. Angka-angka tersebut, baik jumlah UMKM dan kontribusinya serta prediksi pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia, perlu mendapatkan perhatian serius dan dijadikan bahan evaluasi pemerintah untuk merancang kebijakan dan strategi yang tepat bagi eksistensi UMKM di Indonesia.

                Situasi pandemi COVID-19 memberikan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya solusi jangka pendek untuk membantu UMKM dan pekerja yang tergabung didalamnya. Peluang diartikan, solusi jangka pendek perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 yang mensyaratkan ketersediaan teknologi digital untuk mendukung aktivitas ekonomi. Ada beberapa solusi jangka pendek untuk tetap menjaga eksistensi UMKM. Menurut OECD, beberapa solusi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan yakni: protokol kesehatan ketat dalam menjalankan aktivitas ekonomi oleh UMKM, penundaan pembayaran hutang atau kredit untuk menjaga likuiditas keuangan UMKM, bantuan keuangan bagi UMKM, dan kebijakan struktural. Pertama, protokol kesehatan yang ketat dapat diterapkan ketika pemerintah memberikan izin bagi UMKM untuk menjalankan aktivitasnya. Kewajiban penggunaan masker, sarung tangan, dan penjagaan jarak aman antar pekerja dapat dijadikan persyaratan bagi UMKM untuk terus menjalankan aktivitasnya. Tentu perlu ada kerjasama dari pelaku UMKM dan pengawasan ketat dari instansi yang berwenang agar protokol kesehatan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam konteks ini, pemerintah dapat melibatkan aparatur sipil pada kantor desa bekerjasama dengan Bintara Pembina Desa (Babinsa/TNI) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibnas/Polisi) dalam pengawasan implementasi protokol kesehatan bagi UMKM yang diizinkan menjalankan aktivitasnya. Kedua, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kelonggaran pembayaran cicilan hutang atau kredit bagi UMKM atau bahkan menunda proses pembayaran tersebut sampai 6 bulan kedepan dengan mempertimbangkan likuiditas keuangan UMKM. Termasuk juga menyederhanakan proses administrasi mendapatkan pinjaman di tengah situasi darurat ini. Hal ini dapat dilakukan supaya para pelaku UMKM termasuk para pekerja tetap dapat menjaga tingkat konsumsi dan daya belinya sekaligus mendukung berjalannya roda perekonomian Nasional. Ketiga, bantuan keuangan kepada para pelaku UMKM. Pemerintah Indonesia telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dari total anggaran Rp 405,1 triliun mengatasi pandemi COVID-19 melalui APBN 2020. Pendistribusian anggaran tersebut harus transparan, jelas, dan tapt sasaran agar eksistensi UMKM dan aktivitas perekonomian riil tetap terjaga, Selain anggaran yang telah ditetapkan, pemerintah juga dapat mendorong sektor perbankan baik bank milik pemerintah ataupun bank swasta untuk dapat memberikan pinjaman lunak kepada para pelaku UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja yang berhak mendapatkan pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan sampai pinjaman ini disalahgunakan dan akhirnya malahh merugikan kinerja bank pemberi pinjaman.

                Cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam situasi pandemi ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemerintah perlu mengeluarkan instruksi dan pedoman untuk seluruh BUMN agar mengalihkan dana TJSL yang ada untuk membantu secara langsung UMKM-UMKM yang terdampak pandemi COVID-19. BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam proses produksi produk-produk yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM. Misalnya, BUMN yang bergerak dalam produksi farmasi dan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti masker dan pakaian medis dapat melibatkan para pekerja UMKM yang bergerak dalam bidang usaha produksi pakaian untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan APD. Melihat potensi pasar mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik maupun internasional, peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa aman ancaman pemutusan hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami UMKM dalam jangka pendek. Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa dialihkan untuk membantu UMKM yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Bentuk bantuan bisa dalam bentuk bantuan langsung seperti pemberian paket sembako atau pembelian produk-produk UMKM untuk kemudian disalurkan ke tempat lain. Tindakan seperti ini setidaknya dalam jangka pendek mampu memberikan rasa aman para pelaku UMKM.


DAFTAR PUSTAKA

 

Pakpahan, A. K. (2020). COVID-19 dan Implikasi Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 3 - 6.

Prasetyo, P. E. (2008). PERAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN. AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008 , 2 - 4.

Thaha, A. F. (2020). DAMPAK COVID-19 TERHADAP UMKM DI INDONESIA. JURNAL BRAND, Volume 2 No. 1, Juni 2020 , 148 - 149.

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar