Rizqi Putri Haqiqi
0119074071
Tujuan utama setiap kebijakan
negara yang sedang membangun termasuk di Indonesia adalah diarahkan untuk
menghilangkan masalah-masalah pokok yang kini masih fundamental di negara
Indonesia yakni: masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan
dan arus urbanisasi berlebih di kota-kota besar seperti Jakarta. Salah satu
upaya yang dapat dijadikan solusi kearah pengurangan masalah tersebut adalah
pembangunan ekonomi rakyat dan pembangunan sumber daya manusia melalui ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam upaya pembangunan ekonomi rakyat, Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk koperasi pada saat ini telah dijadikan
sebagai sarana kebijakan pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena, banyak
peran penting yang dapat diberikan oleh keberadaan UMKM di Indonesia khususnya
dalam menyediakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, pengangguran, ketimpangan
distribusi pendapatan dan arus urbanisasi berlebih.
Selain itu, peran UMKM juga telah teraktualisasi pada masa krisis hingga saat ini. Selama masa krisis ekonomi hingga kini, keberadaan UMKM mampu sebagai faktor penggerak utama ekonomi Indonesia. Terutama ketika krisis kegiatan investasi dan pengeluaran pemerintah sangat terbatas, maka pada saat itu peran UMKM sebagai bentuk ekonomi rakyat sangat besar. Selanjutnya, dari sisi sumbangannya terhadap PDRB hanya 56,7% dan ekspor non migas hanya sebesar 15%. Namun, UMKM tetap masih menyumbangkan 99% dalam jumlah pelaku usaha yang ada di Indonesia, serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja ( BPS, 2001).
Pada saat ini, Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) berada di garis depan guncangan ekonomi yang disebabkan
oleh pandemi COVID-19. Langkah-langkah penguncian (lockdown) telah menghentikan aktivitas ekonomi secara tiba-tiba,
dengan penurunan permintaan dan mengganggu rantai pasokan di seluruh dunia.
Dalam survey awal, lebih dari 50% UMKM mengindikasikan bahwa mereka bisa gulung
tikar dalam beberapa bulan ke depan. Dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor
UMKM ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia
dimana kontribusi UMKM sangat besar pada berbagai bidang antara lain: (1)
Jumlah Unit Usaha di Indonesia per 2018 total 64,2 Juta unit usaha, dengan
jumlah unit usaha UMKM sebesar 64,1 Juta (99,9%); (2) Kontribusi pada jumlah
Tenaga Kerja di Indonesia per 2018 total 120,6 Juta orang, dengan jumlah tenaga
kerja di UMKM sebesar 116,9 Juta (97%); (3) Kontribusi pada PDB, jumlahnya pada
PDB dunia usaha di Indonesia per 2018 total 14.038.598 Milyar, dengan
kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 8.573.895 Milyar (14,37%); (4) Kontribusi
terhadap Ekspor Non Migas, jumlah ekspornya per 2018 2.044.490 Milyar, dengan
kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas sebesar 293.840 Milyar (14,37%); (5)
Kontribusi terhadap Investasi di Indonesia per 2018 total 4.244.685 Milyar,
dengan kontribusi UMKM terhadap investasi sebesar 2.564.549 Milyar (60,42%).
Dalam situasi pandemi ini,
menurut Kemenkop UMKM salah satu dampak pandemi COVID-19 yang telah menghantam
UMKM adalah sebanyak 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku usaha mikro kecil
menengah terdampak pandemi COVID-19. Kebanyakan koperasi yang terkena dampak
COVID-19 bergerak pada bidang kebutuhan sehari-hari, sedangkan sektor UMKM yang
paling terdampak yakni makanan dan minuman. Para pengelola koperasi merasakan
turunnya penjualan, kekurangan modal dan terhambatnya distribusi. Sementara itu,
sektor UMKM yang terguncang selama pandemi COVID-19 selain makanan dan minuman
adalah industri kreatif dan pertanian. Sesuai data kurang lebihnya ada sekitar
37.000 UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan
adanya pandemi ini ditandai dengan sekitar 56% melaporkan terjadi penurunan
penjualan, 22% melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan, 15% melaporkan
pada masalah distribusi barang, dan 4% melaporkan kesulitan mendapatkan bahan
baku mentah.
Tugas besar ada di pundak pemerintah
Indonesia terkait dengan pandemi COVID-19 saat ini: pertama, menjaga
keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai fokus utama dan kedua,
menjaga laju pertumbuhan ekonomi. Prediksi pertumbuhan ekonomi global perlu
dijadikan input bagi Pemerintah dalam merancang kebijakan-kebijakan ekonomi
terutama solusi bagi UMKM. Sejumlah lembaga internasional telah merilis
prediksi mereka akan pertumbuhan ekonomi global di 2020 seperti JP Morgan yang
menyebutkan pertumbuhan ekonomi global akan minus 1,1% dan International Monetary Fund (IMF) yang bahkan memprediksi
pertumbuhan ekonomi global akan minus 3%. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi
Indonesia, IMF meramalkan Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi
positif sebesar 0,5% dari target awal 5% di 2020 sementara Menteri Keuangan Sri
Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 0,3% – 2,8% di
tahun 2020. Angka-angka tersebut, baik jumlah UMKM dan kontribusinya serta
prediksi pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia, perlu mendapatkan perhatian
serius dan dijadikan bahan evaluasi pemerintah untuk merancang kebijakan dan
strategi yang tepat bagi eksistensi UMKM di Indonesia.
Situasi pandemi COVID-19
memberikan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah untuk menjaga eksistensi
UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya solusi jangka pendek untuk membantu
UMKM dan pekerja yang tergabung didalamnya. Peluang diartikan, solusi jangka
pendek perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang apalagi jika dikaitkan
dengan era industri 4.0 yang mensyaratkan ketersediaan teknologi digital untuk
mendukung aktivitas ekonomi. Ada beberapa solusi jangka pendek untuk tetap
menjaga eksistensi UMKM. Menurut OECD, beberapa solusi perlu dipertimbangkan
untuk dilakukan yakni: protokol kesehatan ketat dalam menjalankan aktivitas
ekonomi oleh UMKM, penundaan pembayaran hutang atau kredit untuk menjaga
likuiditas keuangan UMKM, bantuan keuangan bagi UMKM, dan kebijakan struktural.
Pertama, protokol kesehatan yang ketat dapat diterapkan ketika pemerintah
memberikan izin bagi UMKM untuk menjalankan aktivitasnya. Kewajiban penggunaan
masker, sarung tangan, dan penjagaan jarak aman antar pekerja dapat dijadikan
persyaratan bagi UMKM untuk terus menjalankan aktivitasnya. Tentu perlu ada
kerjasama dari pelaku UMKM dan pengawasan ketat dari instansi yang berwenang
agar protokol kesehatan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam konteks ini,
pemerintah dapat melibatkan aparatur sipil pada kantor desa bekerjasama dengan
Bintara Pembina Desa (Babinsa/TNI) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibnas/Polisi) dalam pengawasan implementasi
protokol kesehatan bagi UMKM yang diizinkan menjalankan aktivitasnya. Kedua,
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kelonggaran pembayaran
cicilan hutang atau kredit bagi UMKM atau bahkan menunda proses pembayaran
tersebut sampai 6 bulan kedepan dengan mempertimbangkan likuiditas keuangan
UMKM. Termasuk juga menyederhanakan proses administrasi mendapatkan pinjaman di
tengah situasi darurat ini. Hal ini dapat dilakukan supaya para pelaku UMKM
termasuk para pekerja tetap dapat menjaga tingkat konsumsi dan daya belinya
sekaligus mendukung berjalannya roda perekonomian Nasional. Ketiga, bantuan
keuangan kepada para pelaku UMKM. Pemerintah Indonesia telah menggelontorkan
anggaran sebesar Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit
usaha rakyat dari total anggaran Rp 405,1 triliun mengatasi pandemi COVID-19
melalui APBN 2020. Pendistribusian anggaran tersebut harus transparan, jelas,
dan tapt sasaran agar eksistensi UMKM dan aktivitas perekonomian riil tetap terjaga,
Selain anggaran yang telah ditetapkan, pemerintah juga dapat mendorong sektor
perbankan baik bank milik pemerintah ataupun bank swasta untuk dapat memberikan
pinjaman lunak kepada para pelaku UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja
yang berhak mendapatkan pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan sampai
pinjaman ini disalahgunakan dan akhirnya malahh merugikan kinerja bank pemberi
pinjaman.
Cara
lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam situasi pandemi
ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)
yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pemerintah perlu mengeluarkan instruksi dan pedoman untuk seluruh BUMN agar
mengalihkan dana TJSL yang ada untuk membantu secara langsung UMKM-UMKM yang
terdampak pandemi COVID-19. BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam proses
produksi produk-produk yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM. Misalnya, BUMN
yang bergerak dalam produksi farmasi dan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti
masker dan pakaian medis dapat melibatkan para pekerja UMKM yang bergerak dalam
bidang usaha produksi pakaian untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan
APD. Melihat potensi pasar mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik
maupun internasional, peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa
aman ancaman pemutusan hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami UMKM
dalam jangka pendek. Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa dialihkan
untuk membantu UMKM yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Bentuk
bantuan bisa dalam bentuk bantuan langsung seperti pemberian paket sembako atau
pembelian produk-produk UMKM untuk kemudian disalurkan ke tempat lain. Tindakan
seperti ini setidaknya dalam jangka pendek mampu memberikan rasa aman para
pelaku UMKM.
DAFTAR
PUSTAKA
Pakpahan, A. K. (2020). COVID-19 dan Implikasi Bagi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 3 - 6.
Prasetyo, P. E.
(2008). PERAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN. AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008
, 2 - 4.
Thaha, A. F. (2020).
DAMPAK COVID-19 TERHADAP UMKM DI INDONESIA. JURNAL BRAND, Volume 2 No. 1,
Juni 2020 , 148 - 149.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar